| Pencanangan tahun Ekowisata oleh presiden RI dan gubernur Jawa Tengah dimaksudkan untuk meningkatkan sektor pariwisata yang berakar pada keaslian ekosistem lingkungan dan masyarakat. Dan pencanangan jalur SSB (Solo, Selo, Borobudur) merupakan salah satu wujud nyata implementasi tahun Ekowisata tadi.
Kawasan desa wisata Selo yang berada pada jalur SSB merupakan salah satu kawasan yang memiliki ekosistem dengan pengelolaan yang baik. Di daerah ini, alam dan lingkungan, serta tentu saja kehidupan tradisional masyarakat setempat, merupakan daya tarik wisata tersendiri. Panorama pedesaan dan pemandangan gunung Merapi dan Merbabu merupakan unggulan dari kawasan desa wisata Selo. |
| Bagi tamu yang ingin mengunjungi objek-objek wisata atau pendakian, disediakan jasa pemandu wisata dengan tarif (tahun 2006) sebagai berikut.
a. Pendakian gunung Merapi
-Pemandu profesional, Rp 150.000,- (satu kali pendakian)
-Pemandu lokal, Rp 100.000,- (satu kali pendakian)
-Kuli angkut, Rp 150.000,- (maksimal 15 kg per porter)
b. Pendakian gunung Merbabu
-Pemandu profesional, Rp 250.000,- (satu kali pendakian)
-Pemandu lokal, Rp 150.000,- (satu kali pendakian)
-Kuli angkut, Rp 300.000,- (maksimal 15 kg per porter)
|
| Kawasan desa wisata Selo memiliki pusat industri rumah tangga yang bergerak di bidang pembuatan kerajinan logam. Desa Tumang, merupakan cluster industri kerajinan logam yang ada di kawasan ini. Konon kira-kira dalam abad XVIII lahirlah seorang anak dari kerajaan Mataram II yang diberi nama Rogosasi. Kerena ia memiliki tubuh yang cacat dan raja menganggap tidak pantas hidup di kerajaan Mataram, maka ia diasingkan dan kemudian dititipkan kepada Kyai Wonosegoro yang bertempat di lereng gunung Merapi. Setelah merasa mampu mandiri, pangeran Rogosasi memisahkan diri dan merintis membangun sebuah desa yang kemudian dinamakan desa Tumang. Pangeran Rogosasi dalam merintis desa tersebut dibantu oleh para abdi dari keraton. Utusan pertama dari keraton mengajari masyarakat membuat keris dan kerangkanya. Selang beberapa tahun datanglah utusan kedua untuk mengajarkan cara membuat pakaian keratin dengan perak. Utusan ketiga mengajarkan cara membuat alat-alat dapur dari tembaga, dan utusan keempat mengajarkan cara menjahit. Keempat kerajinan tersebut sampai sekarang masih dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
Pada awainya semua pengrajin hanya memproduksi jenis peralatan rumah tangga dari tembaga (misainya: dandang, ceret, kwali, dll) namun mulai tahun 1980-an muncul inovasi baru, sebagian pengrajin mencoba merintis kerajinan seni ukir tembaga, yang jenis produksinya tidak lagi berupa peralatan rumah tangga namun berupa perlengkapan dan assesoris perumahan (misainya: pot bunga, guci, lampu duduk, lampu gantung, kaligrafi, hiasan dinding, dil). Sedangkan kerajinan tradisional berupa alat-alat rumah tangga yang menggunakan bahan baku tembaga akhirnya kalah bersaing dengan produk lain yang menggunakan bahan baku dari alumunium.
Maka sekitar tahun 1990-an sebagian pengrajin peralatan rumah tangga yang menggunakan bahan baku dari tembaga mencoba memproduksi peralatan rumah tangga dengan menggunakan bahan baku alumunium.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar